Idul Fitri memiliki arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke asal
kejadian. Idul Fitri diambil dari bahasa Arab, yaitu fithrah, berarti
suci. Kelahiran seorang manusia, dalam kaca Islam, tidak dibebani dosa
apapun. Kelahiran seorang anak, masih dalam pandangan Islam, diibaratkan
secarik kertas putih. Kelak, orang tuanya lah yang akan mengarahkan
kertas putih itu membentuk dirinya. Dan dalam kenyataannya, perjalanan
hidup manusia senantiasa tidak bisa luput dari dosa. Karena itu, perlu
upaya mengembalikan kembali pada kondisi sebagaimana asalnya. Itulah
makna Idul Fitri.
Idul Fitri memiliki arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke
asal kejadian. Idul Fitri diambil dari bahasa Arab, yaitu fithrah,
berarti suci. Kelahiran seorang manusia, dalam kaca Islam, tidak
dibebani dosa apapun. Kelahiran seorang anak, masih dalam pandangan
Islam, diibaratkan secarik kertas putih. Kelak, orang tuanya lah yang
akan mengarahkan kertas putih itu membentuk dirinya.
Dan dalam
kenyataannya, perjalanan hidup manusia senantiasa tidak bisa luput dari
dosa. Karena itu, perlu upaya mengembalikan kembali pada kondisi
sebagaimana asalnya. Itulah makna Idul Fitri. Dosa yang paling sering
dilakukan manusia adalah kesalahan terhadap sesamanya. Seorang manusia
dapat memiliki rasa permusuhan, pertikaian, dan saling menyakiti. Idul
Fitri merupakan momen penting untuk saling memaafkan, baik secara
individu maupun kelompok.
Budaya saling memaafkan ini lebih
populer disebut halal-bihalal. Fenomena ini adalah fenomena yang terjadi
di Tanah Air, dan telah menjadi tradisi di negara-negara rumpun Melayu.
Ini adalah refleksi ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan,
persatuan, dan saling memberi kasih sayang.
Dalam pengertian yang
lebih luas, halal-bihalal adalah acara maaf-memaafkan pada hari
Lebaran. Keberadaan Lebaran adalah suatu pesta kemenangan umat Islam
yang selama bulan Ramadhan telah berhasil melawan berbagai nafsu hewani.
Dalam konteks sempit, pesta kemenangan Lebaran ini diperuntukkan bagi
umat Islam yang telah berpuasa, dan mereka yang dengan dilandasi iman.
Menurut
Dr. Quraish Shihab, halal-bihalal merupakan kata majemuk dari dua kata
bahasa Arab halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca:
bi) (Shihab, 1992: 317). Meskipun kata ini berasal dari bahasa Arab,
sejauh yang saya ketahui, masyarakat Arab sendiri tidak akan memahami
arti halal-bihalal yang merupakan hasil kreativitas bangsa Melayu.
Halal-bihalal, tidak lain, adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di
tengah masyarakat Asia Tenggara. Halal-bihalal merupakan tradisi khas
dan unik bangsa ini.
Kata halal memiliki dua makna. Pertama,
memiliki arti 'diperkenankan'. Dalam pengertian pertama ini, kata halal
adalah lawan dari kata haram. Kedua, berarti "baik". Dalam
pengertian kedua, kata "halalâ" terkait dengan status kelayakan
sebuah makanan. Dalam pengertian terakhir selalu dikaitkan dengan kata
thayyib (baik). Akan tetapi, tidak semua yang halal selalu berarti baik.
Ambil contoh, misalnya talak (Arab: Thalaq; arti: cerai), seperti
ditegaskan Rasulullah SAW: Talak adalah halal, namun sangat dibenci
(berarti tidak baik). Jadi, dalam hal ini, ukuran halal yang patut
dijadikan pedoman, selain makna "diperkenankan"', adalah yang baik
dan yang menyenangkan. Sebagai sebuah tradisi khas masyarakat Melayu,
apakah halal-bihalal memiliki landasan teologis? Dalam Al Qur'ân, (Ali
'Imron: 134-135) diperintahkan, bagi seorang Muslim yang bertakwa bila
melakukan kesalahan, paling tidak harus menyadari perbuatannya lalu
memohon ampun atas kesalahannya dan berjanji untuk tidak mengulanginya
lagi, mampu menahan amarah dan memaafkan dan berbuat kebajikan terhadap
orang lain.
Dari ayat ini, selain berisi ajakan untuk saling
maaf-memaafkan, halal-bihalal juga dapat diartikan sebagai hubungan
antar manusia untuk saling berinteraksi melalui aktivitas yang tidak
dilarang serta mengandung sesuatu yang baik dan menyenangkan. Atau bisa
dikatakan, bahwa setiap orang dituntut untuk tidak melakukan sesuatu apa
pun kecuali yang baik dan menyenangkan. Lebih luas lagi,
berhalal-bihalal, semestinya tidak semata-mata dengan memaafkan yang
biasanya hanya melalui lisan atau kartu ucapan selamat, tetapi harus
diikuti perbuatan yang baik dan menyenangkan bagi orang lain.
Dan
perintah untuk saling memaafkan dan berbuat baik kepada orang lain
seharusnya tidak semata-mata dilakukan saat Lebaran. Akan tetapi, harus
berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Halal-bihalal yang merupakan
tradisi khas rumpun bangsa tersebut merefleksikan bahwa Islam di
negara-negara tersebut sejak awal adalah agama toleran, yang
mengedepankan pendekatan hidup rukun dengan semua agama. Perbedaan agama
bukanlah tanda untuk saling memusuhi dan mencurigai, tetapi hanyalah
sebagai sarana untuk saling berlomba-lomba dalam kebajikan.
Ini
sesuai dengan Firman Allah, yang artinya " Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya
(sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu
(dalam) berbuat kebaikan". (Q.S. 2:148). Titik tekan ayat di atas adalah
pada berbuat kebaikan dan perilaku berorientasi nilai. Perilaku semacam
ini akan mentransformasi dunia menjadi sebuah surga. Firman Allah
(SWT), “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang yang meminta-minta ; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
salat, dan menunaikan zakat ; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, benar
(imannya) ; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa". (Q.S. 2:177)
Berangkat
dari makna halal-bihalal seperti tersebut di atas, pesan universal
Islam untuk selalu berbuat baik, memaafkan orang lain dan saling berbagi
kasih sayang hendaknya tetap menjadi warna masyarakat Muslim Indonesia
dan di negara-negara rumpun Melayu lainnya. Akhirnya, Islam di wilayah
ini adalah Islam rahmatan lil ˜alamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar